Monday, January 26, 2015

Artikel tentang: Kisah Sukses Wirausaha Peyek dan Geplak
Judul artikel: Profil Pengusaha Muda Sukses Anak SMA, Wirausaha Peyek & Geplak
 
Profil Pengusaha Muda Sukses Anak SMA, Wirausaha Peyek & Geplak

 
Di balik kesuksesan pasti ada yang melatarbelakangi , dan kesuksesan mestinya di mulai dari nol dulu. Memang tidak gampang menjadi orang sukses, butuh usaha keras untuk mencapainya.
Kebanyakan lulusan perguruan tinggi yang sudah menjadi sarjana, bekerja di kantoran dengan setelan jas yang parlente dan mendapat gaji banyak dengan pangkat yang tinggi adalah hal yang menjadi mimpi mereka. Tapi, apakah mimpi itu semanis kenyataan yang ada? Sama sekali tidak. Bagi kalian yang sudah sarjana dan masih menjadi pengangguran, tidak ada salahnya anda menjadi seorang pengusaha. Menjadi pengusaha itu tidak akan menjadi anda hina atau mendadak tidak diakui kesarjanaan anda.
Dan jangan sekalipun meremehkan hal kecil dan jangan sekalipun meremehkan orang yang tidak selevel anda kesarjanaannya. Simak kisah seorang anak SMA yang sukses menjadi pengusaha muda yang menggeluti usaha makanan ringan.
Jadi Pengusaha Sukses
Meski hanya lulusan sekolah menengah atas, Advensius William (17) atau yang akrab disapa Adven berhasil menjadi pengusaha sukses. Usaha geplak dan peyek tumpuk yang sudah digelutinya selama 10 tahun ini mampu meraih omzet hingga Rp 60 juta per bulan.
Dengan margin 30 persen, Adven bisa menyisakan keuntungan sekitar Rp 18 juta per bulan. Nilai yang luar biasa bagi pengusaha di Bekasi, Jawa Barat. Meski sudah sukses, ia belum merasa puas. Penambahan cabang gerai baru di kota lain menjadi obsesinya ke depan.
Adven membuka usaha geplak dan peyek tumpuk bersama sahabatnya, Dandi (16), di Jalan Harimau 5, PTI. Toko berukuran 5 x 8 meter itu berdampingan dengan rumah tempat tinggalnya sekaligus lokasi produksi. Dulu, toko itu hanya berupa bangunan bambu, tetapi kini sudah berkembang menjadi bangunan permanen dengan desain lebih menarik.
Dalam sehari, Adven membutuhkan sekitar 2,5 kuintal gula pasir untuk membuat geplak. Untuk peyek tumpuk, ia butuh sekitar 50 kilogram kacang dan 25 kilogram tepung beras per hari. Untuk membantunya berproduksi, ia mempekerjakan 20 tenaga kerja.
Apa istimewanya geplak buatan Adven. Menurut dia, ia hanya menggunakan gula asli tanpa pemanis sehingga rasa manisnya lebih mantap. Tak heran jika geplak yang dijual seharga Rp 16.000 per kilogram itu laris manis. ”Kalau bentuknya hampir sama produk milik orang lain, tetapi dari segi rasa, konsumen bisa membedakannya,” katanya.
Untuk membuat geplak, ia memakai kelapa, gula, dan aroma sesuai selera. Proses pembuatan geplak diawali dengan pemarutan kelapa lalu santannya ditempatkan di kuali dan dicampur dengan gula kemudian diaduk. Setelah dinaikkan ke tungku sekitar 4 jam, lalu diturunkan dan diberi aroma, olahan itu kemudian dibentuk dan diangin-anginkan selama 10 menit.
Menurut Adven, produknya yang dinilai istimewa adalah peyek tumpuk. Sesuai dengan namanya, peyek tersebut dibuat dengan cara menyusun sehingga membentuk rangkaian peyek. Berbeda dengan peyek pipih yang dimasak dengan satu kali penggorengan, peyek tumpuk digoreng selama tiga kali.
Pertama, penggorengan dimaksudkan untuk membuat susunan peyek. Setelah terbentuk susunan, peyek dipindahkan ke penggorengan kedua. Pada penggorengan pertama, nyala api harus kuat agar efek panasnya tinggi. Tujuannya supaya kacangnya bisa lekas matang. Di penggorengan kedua, nyala api justru lebih kecil karena tujuannya supaya peyek secara keseluruhan bisa matang. ”Kalau apinya terlalu besar, bisa gosong,” ujar dia.
Sebelum masuk ke penggorengan terakhir, peyek terlebih dahulu diangin-anginkan selama semalam. Tujuannya supaya peyek benar-benar renyah dan gurih. Peyek tersebut dijual seharga Rp 32.000 per kilogram. Untuk proses pengapian, ia memanfaatkan tempurung kelapa.
”Untuk membuat peyek dan geplak, dalam sehari saya butuh sekitar 750 butir kelapa. Kalau tempurungnya tidak saya manfaatkan kan sayang. Hitung-hitung, ongkos produksi bisa ditekan, apalagi harga gas dan minyak tanah sudah sangat mahal,” katanya.
Ide pembuatan peyek tumpuk sebenarnya berasal dari saudaranya yang kebetulan bernama Mbok Tumpuk. Sebagai saudara, Adven berhasil meningkatkan usaha saudaranya dengan tetap mempertahankan nama Mbok Tumpuk sebagai identitas produknya.
Menurut Adven, membuka usaha di bidang makanan awalnya tergolong susah. Karena belum dikenal masyarakat, biasanya penjualan masih minim. Kalau tidak kuat, si pengusaha bisa saja memutuskan untuk berhenti.
”Bagi saya, usaha butuh konsistensi. Meski awalnya tidak laku, saya harus terus berproduksi. Saya tidak boleh menyerah. Konsistensi juga faktor utama untuk menumbuhkan kepercayaan pelanggan,” paparnya.
Selain konsistensi, lanjut Adven, faktor kejujuran juga memegang peranan penting. Kepada pembeli, ia selalu menginformasikan soal masa kedaluwarsa produknya. Kalau waktunya tinggal sedikit, ia menyarankan pembeli tidak mengambilnya, apalagi jika peyek atau geplak tersebut akan dibawa ke luar kota.
Adven hanya menjual geplak dan peyeknya di toko sendiri. Ia sengaja tidak menitipkannya ke toko-toko lain meski banyak permintaan. Ia khawatir bila dititipkan, harga dan kualitas tidak bisa terkontrol. ”Bisa saja di toko lain produk kami dijual sangat mahal. Mereka juga bisa saja menjual produk kedaluwarsa. Kalau sudah begitu, citra kami pasti hancur,” katanya.
Ia berharap bisa membuka gerai sendiri di kota-kota besar. Dengan pengendalian sendiri, ia yakin usahanya bisa maju karena semuanya lebih terkontrol. Sampai sekarang saja, Adven bersama sahabatnya masih terlibat langsung dalam proses peracikan bumbu.
Penulis : Advensius William Irwansyah 
sumber artikel: blog.binder724studio.com
 Advensius William Irwansyah 
XI MIA 3

No comments:

Post a Comment