Artikel tentang: Kisah Sukses Wirausaha Peyek dan
Geplak
Judul artikel: Profil Pengusaha Muda Sukses Anak SMA,
Wirausaha Peyek & Geplak
Profil Pengusaha Muda Sukses Anak SMA,
Wirausaha Peyek & Geplak
Di balik kesuksesan pasti ada yang
melatarbelakangi , dan kesuksesan mestinya di mulai dari nol dulu. Memang tidak
gampang menjadi orang sukses, butuh usaha keras untuk mencapainya.
Kebanyakan lulusan perguruan tinggi yang sudah
menjadi sarjana, bekerja di kantoran dengan setelan jas yang parlente dan
mendapat gaji banyak dengan pangkat yang tinggi adalah hal yang menjadi mimpi
mereka. Tapi, apakah mimpi itu semanis kenyataan yang ada? Sama sekali tidak.
Bagi kalian yang sudah sarjana dan masih menjadi pengangguran, tidak ada
salahnya anda menjadi seorang pengusaha. Menjadi pengusaha itu tidak akan
menjadi anda hina atau mendadak tidak diakui kesarjanaan anda.
Dan jangan sekalipun meremehkan hal kecil dan
jangan sekalipun meremehkan orang yang tidak selevel anda kesarjanaannya. Simak
kisah seorang anak SMA yang sukses menjadi pengusaha muda yang menggeluti usaha
makanan ringan.
Jadi Pengusaha Sukses
Meski hanya lulusan sekolah menengah atas, Advensius
William (17) atau yang akrab disapa Adven berhasil menjadi pengusaha sukses.
Usaha geplak dan peyek tumpuk yang sudah digelutinya selama 10 tahun ini mampu
meraih omzet hingga Rp 60 juta per bulan.
Dengan margin 30 persen, Adven bisa menyisakan
keuntungan sekitar Rp 18 juta per bulan. Nilai yang luar biasa bagi pengusaha di
Bekasi, Jawa Barat. Meski sudah sukses, ia belum merasa puas. Penambahan cabang
gerai baru di kota lain menjadi obsesinya ke depan.
Adven membuka usaha geplak dan peyek tumpuk
bersama sahabatnya, Dandi (16), di Jalan Harimau 5, PTI. Toko berukuran 5 x 8
meter itu berdampingan dengan rumah tempat tinggalnya sekaligus lokasi
produksi. Dulu, toko itu hanya berupa bangunan bambu, tetapi kini sudah
berkembang menjadi bangunan permanen dengan desain lebih menarik.
Dalam sehari, Adven membutuhkan sekitar 2,5
kuintal gula pasir untuk membuat geplak. Untuk peyek tumpuk, ia butuh sekitar
50 kilogram kacang dan 25 kilogram tepung beras per hari. Untuk membantunya
berproduksi, ia mempekerjakan 20 tenaga kerja.
Apa istimewanya geplak buatan Adven. Menurut dia,
ia hanya menggunakan gula asli tanpa pemanis sehingga rasa manisnya lebih
mantap. Tak heran jika geplak yang dijual seharga Rp 16.000 per kilogram itu
laris manis. ”Kalau bentuknya hampir sama produk milik orang lain, tetapi dari
segi rasa, konsumen bisa membedakannya,” katanya.
Untuk membuat geplak, ia memakai kelapa, gula,
dan aroma sesuai selera. Proses pembuatan geplak diawali dengan pemarutan
kelapa lalu santannya ditempatkan di kuali dan dicampur dengan gula kemudian
diaduk. Setelah dinaikkan ke tungku sekitar 4 jam, lalu diturunkan dan diberi
aroma, olahan itu kemudian dibentuk dan diangin-anginkan selama 10 menit.
Menurut Adven, produknya yang dinilai istimewa
adalah peyek tumpuk. Sesuai dengan namanya, peyek tersebut dibuat dengan cara
menyusun sehingga membentuk rangkaian peyek. Berbeda dengan peyek pipih yang
dimasak dengan satu kali penggorengan, peyek tumpuk digoreng selama tiga kali.
Pertama, penggorengan dimaksudkan untuk membuat
susunan peyek. Setelah terbentuk susunan, peyek dipindahkan ke penggorengan
kedua. Pada penggorengan pertama, nyala api harus kuat agar efek panasnya
tinggi. Tujuannya supaya kacangnya bisa lekas matang. Di penggorengan kedua,
nyala api justru lebih kecil karena tujuannya supaya peyek secara keseluruhan
bisa matang. ”Kalau apinya terlalu besar, bisa gosong,” ujar dia.
Sebelum masuk ke penggorengan terakhir, peyek terlebih
dahulu diangin-anginkan selama semalam. Tujuannya supaya peyek benar-benar
renyah dan gurih. Peyek tersebut dijual seharga Rp 32.000 per kilogram. Untuk
proses pengapian, ia memanfaatkan tempurung kelapa.
”Untuk membuat peyek dan geplak, dalam sehari
saya butuh sekitar 750 butir kelapa. Kalau tempurungnya tidak saya manfaatkan
kan sayang. Hitung-hitung, ongkos produksi bisa ditekan, apalagi harga gas dan
minyak tanah sudah sangat mahal,” katanya.
Ide pembuatan peyek tumpuk sebenarnya berasal
dari saudaranya yang kebetulan bernama Mbok Tumpuk. Sebagai saudara, Adven
berhasil meningkatkan usaha saudaranya dengan tetap mempertahankan nama Mbok
Tumpuk sebagai identitas produknya.
Menurut Adven, membuka usaha di bidang makanan
awalnya tergolong susah. Karena belum dikenal masyarakat, biasanya penjualan
masih minim. Kalau tidak kuat, si pengusaha bisa saja memutuskan untuk
berhenti.
”Bagi saya, usaha butuh konsistensi. Meski
awalnya tidak laku, saya harus terus berproduksi. Saya tidak boleh menyerah.
Konsistensi juga faktor utama untuk menumbuhkan kepercayaan pelanggan,”
paparnya.
Selain konsistensi, lanjut Adven, faktor
kejujuran juga memegang peranan penting. Kepada pembeli, ia selalu
menginformasikan soal masa kedaluwarsa produknya. Kalau waktunya tinggal sedikit,
ia menyarankan pembeli tidak mengambilnya, apalagi jika peyek atau geplak
tersebut akan dibawa ke luar kota.
Adven hanya menjual geplak dan peyeknya di toko
sendiri. Ia sengaja tidak menitipkannya ke toko-toko lain meski banyak
permintaan. Ia khawatir bila dititipkan, harga dan kualitas tidak bisa
terkontrol. ”Bisa saja di toko lain produk kami dijual sangat mahal. Mereka
juga bisa saja menjual produk kedaluwarsa. Kalau sudah begitu, citra kami pasti
hancur,” katanya.
Ia berharap bisa membuka gerai sendiri di
kota-kota besar. Dengan pengendalian sendiri, ia yakin usahanya bisa maju
karena semuanya lebih terkontrol. Sampai sekarang saja, Adven bersama
sahabatnya masih terlibat langsung dalam proses peracikan bumbu.
Penulis : Advensius William Irwansyah
sumber artikel: blog.binder724studio.com
Advensius William Irwansyah
XI MIA 3

No comments:
Post a Comment